Minggu, 05 April 2009

TERIMAKASIH SAHABAT

Ku coba tuk mencari arti dalam kesunyianku
Melayang-layang terdengar sebuah bisik lembut
Perlahan ku datang menghampirinya
Sambil bertanya dalam hati suara siapakah itu?

Semakin dekat, semakin riuh saja terdengar
Kini ku tahu itu bukan suara bisikan
Suaranya lebih mirip seperti suara teriakan memanggil namaku
Kini langkah ku makin cepat menuju suara itu

”Astaga..............”
”Ternyata dari tadi itu suara kalian rupanya?”
Aku pun memaksa diriku tersenyum
Mencoba membendung air mata rasa haru ku

Ya.., itulah kalian, sahabat-sahabat ku
kalian selalu ada untukku tanpa lelah
Menghibur,tertawa bahkan menangis bersamaku
”Terimakasih sahabatku”

HILANG

Duduk ku sendiri tanpa rasa
Ditemani bunyi yang aku pun tak tau dari mana asalnya
Jiwaku melayang tak tentu arah
Hampa tanpa engkau lagi disisiku

Ku coba tuk teruz mencarimu
Tapi sampai lelah pun tak juga ku temukan
Ku sadar ini semua salahku
Hingga engkau pergi mencampakkan hatiku

Akhirnya aku tiba di suatu tempat
Dimana untuk berdiripun aku tak mampu
Hanya diam, duduk dan berdoa
Agar aku mampu berdiri dan berjalan tanpamu lagi

orang tuli


kata orang tua, pasien yang tuli itu lama baru meninggal...
tau gak alasannya kenapa???
alasannya ternyata karena tuli maka saat di panggil sama yang Maha Kuasa orang tulinya gak bisa dengar...hehehe

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN AMFETAMIN (ATAU MIRIP AMFETAMIN)

Pendahuluan
Amfetamin adalah suatu stimulan dan menekan nafsu makan. Amfetamin menstimulasi sistem saraf pusat melalui peningkatan zat-zat kimia tertentu di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan heart rate dan tekanan darah, menekan nafsu makan serta berbagai efek yang lain. Penggunaan amfetamin dengan suatu kelainan psikiatri berhubungan dengan ketergantungan dan penyalahgunaannya.
Amfetamin adalah kelompok narkoba yang dibuat secara sintetis dan akhir-akhir ini menjadi populer di Asia Tenggara. Amfetamin biasanya berbentuk bubuk putih, kuning atau coklat dan kristal kecil berwarna putih. Cara memakai amfetamin yang paling umum adalah dengan menghirup asapnya.
Termasuk dalam kelainan yang disebabkan oleh amfetamin atau zat yang mirip amfetamin antara lain intoksikasi amfetamin, gangguan akibat penghentian penggunaan amfetamin, kelainan psikosis dengan delusi dan halusinasinyang disebabkan oleh amfetamin, delirium karena intoksikasi amfetamin, kelainan mood yang disebabkan oleh amfetamin, gangguan cemas karena penggunaan amfetamin, gangguan tidur, dan disfungsi seksual.

Nama-nama pasaran ( street name ) : Speed, Bennies, Dexies, Uppers, Meth, Doe, Crystal, Ice.

Kemasan fisik : kapsul, tablet, cairan.

Contoh-contoh stimulan jenis amfetamin ialah amfetamin (Benzedrine), dextroamfetamin (Dexedrine), methamfetamin (Methedrine, Desoxyn) dan phenmetrazine (Preludin). Lain-lain jenis bahan yang menyerupai amfetamin dari segi kesannya termasuk diethypropion, pehetermine dan ephedrine.

Sejarah
Penggunaan amfetamin dalam klinik diperkenalkan pertama kali pada awal tahun 1930-an. Pada aknir dekade ini perhatian dikhususkan pada ketergantungan amfetamin, dan pada tahun 1938 untuk pertama kalinya dilaporkan psikosis yang ditimbulkan karena penggunaan amfetamin. Meskipun demikian pada tahun 1932 dan 1946 hampir tiga dari dua belas klinikal yang menggunakan amfetamin mengusulkan dan mencobanya dalam profesi medis, dan beberapa amfetamin dapat digunakan secara nasal inhalan sampai pada akhir tahun 1971.
Segara setelah perang dunia II, di Jepang ditemukan suatu epidemi dari penyalahgunaan dan ketergantungan metamfetamin intravena, tapi sampai akhir 1960-an di Amerika Serikat terdapat suatu ketidakyakinan bahwa amfetamin atau sejenisnya dapat menyebabkan ketergantungan. Bagaimanapun, karena perkembangan atas perhatian terhadap penyalahgunaan dan pemakaian yang berlebihan dari amfetamin dan sejenisnya, maka regulasinya di bawah kontrol dari Food and Drug Adminstration (FDA) pada pertengahan 1960-an. Disamping kontrol dalam jumlah obat, kontrol terhadap penyelundupan atau produksi yang illegal pada laboratorium secara diam-diam terus ditingkatkan. Terdapat obat yang cukup untuk menyebabkan suatu epidemi penyalahgunaan amfetamin dan metamfetamin pada akhir 1960-an. Epidemi ini membuat jelas potensial toksisitas dari amfetamin, terutama yang diguakan secara intravena, termasuk istilah “speed freaks” dan “speed kills” . setelah dekade berikutnya kontrol dalam produksi amfetamin yang dilegalkan semakin diperketat. Meskipun demikian penyalahgunaan amfetamin dan obat yang mirip amfetamin di Amerika Serikat tetap ada, kebanyakan disuplai oleh laboratorium gelap. Ketika untuk memperoleh amfetamin menjadi illegal biasanya digunakan prekusor fenil-2-propana (P2P), pabrik-pabrik gelap menemukan cara lain untuk membuat metamfetamin dari efedrin dan/atau pseudoefedrin yang secara luas mudah diperoleh dibanyak tempat menjual obat untuk flu dan asma. Metode yang baru ini benar-benar menghasilkan presentasi yang lebih tinggi isomer-d aktif dari metamfetamin dan ditiru oleh organisasi kriminal dengan menggunakan laboratorium dalam skala yang besar dan produsen skala yang kecil untuk kepentingan yang lebih kecil. Pada akhir 1980-an dilaporkan penggunaan asap dari kristal metamfetamin semakin meningkat, terutama di Hawai, tetapi sampai pertengahan 1990-an penggunaan stimulan mirip amfetamin dilanjutkan sampai pada penyalahgunaan kokain pada sebagian besar Amerika Serikat. Pada saat yang sama di Inggris, Australia, dan Eropa Barat penggunaan amfetamin sering ditambahkan dengan penggunaan kokain. Pada pertengahan 1990-an, metamfetamin penggunaannya meningkat sangat tajam pada semua daerah di Amerika Serikat, khususnya di Kalifornia. Penigkatan ini dilihat jelas melalui survey, tes penghentian obat, dan data dari bagian emergensi untuk toksisitas metamfetamin.
Penggunaan amfetamin yang sah dikhususkan untuk pengobatan narkolepsi dan defisit perhatian/kelainan hiperaktivitas, metilfenidat lebih luas digunakan dalam indikasi yang lebih lanjut. Beberapa zat yang mirip amfetamin masih digunakan sebagai penekan nafsu makan, tapi penggunaan amfetamin itu sendiri dalam hal ini sudah tidak dianjurkan dan illegal pada beberapa daerah. Amfetamin mungkin bermanfaat dalam pengobatan dari depresi atipik, tapi perhatian terhadap potensi penyalahgunaan harus selalu dikontrol.
Di masyarakat amfetamin banyak digunakan oleh orang-orang yang bekerja di malam hari, sopir truk jarak jauh, pelajar dalam mempersiapkan diri menghadapi unjian, dan atlit untuk meningkatkan kemampuannya. Selain itu amfetamin juga popular bagi orang-orang yang ingin menurunkan berat badannya, juga digunakan untuk menghilangkan efek dari barbiturate atau obat tidur lainnya yang telah dikonsumsi sebelumnya.

Epidemiologi

Pada banyak Negara, penggunaan obat terlarang lebih sering terjadai pada orang yang berusia muda, laki-laki lebih sering dari npada perempuan, dan pada orang dengan social ekonomi yang rendah, pada daerah dengan rata-rata masalah social yang lebih tinggi4. Dilaporkan pada masa anak usia SMA (senior high school) penggunaan stimulan lebih tinggi dari pada penggunaan kokain.
National Household Survey and Drug Abuse (NHSDA) melporkan pada tahun 1997 terdapat 4,5% dari orang yang berusia 12 tahun atau lebih menggunakan stimulan bukan atas indikasi medis, hal ini menunjukkan peningkatan yang drastic dari pada tahun sebelumnya. Persentasi yang paling tinggi setelah penggunaan dalam 1 tahun (1,5%) antara umur 18-25 tahun, kemudian diikuti oleh umur 12-17 tahun. Sample ini tidak cukup luas untuk mendeteksi peningkatan dalam penggunaan amfetamin ini disesuaikan dengan data dari ruang emergensi untuk keracunan yang berkaitan dengan amfetamin atau program tes panghentian obat.
Survei dua populasi digunakan sebagai kriteria dianostik yang dapat diterima untuk mengukur besernya penyalahgunaan dan ketergantungan yaitu studi Epidemiologic Catchment Area (ECA). ECA melaporkankombinasi kategori antara ketergantungan dan penyalahgunaan amfetamin dan obat yang mirip amfetamin, yaitu: prevalensi 1 bulan, 6 bulan, dan seumur hidup berturut-turut 0,1; 0,2; dan 1,7 persen. Rata-rata ketergantungan seumur hidup untuk umur 15-54 tahun yaitu 1,7%; 15% responden memiliki kebiasaan penggunaan stimulant tanpa indikasi medis. Diantara yang dilaporkan tanpa indikasi medis 11% ditemukan criteria ketergantungan.

Etiologi
Ketergantungan obat, termasuk amfetamin dan zat yang mirip anfetamin dipandang sebagai suatu hasil dari sebuah proses interaksi dari banyak faktor (social, psikologi, kultural, dan biologi) yang mempengaruhi kebiasaan penggunaan obat. Proses ini pada beberapa kasus, kehilangan fleksibilitas yang berkaitan dengan penggunaan obat merupakan tanda ketergantungan obat. Tetapi, tidak semua orang sama tergantung bagaimana biasanya efek dari obat yang diberikan apakah sama atau dari kesamaan faktor yang dipengaruhi. Faktor farmakologi diyakini sangat penting dalam kelanjutan penggunaan dan menuju ke arah ketergantungan dari obat tersebut. Amfetamin memiliki potensi untuk meningkatkan mood dan efek euforigenik pada manusia dan efek menguatkan pada hewan percobaan.
Faktor sosial, kultural, dan ekonomi merupakan faktor penentu yang sangat berpengaruh terhadap alasan pemakaian, pemakaian yang berkelanjutan, dan relaps. Pemakaian yang berlebihan lebih jauh berkaitan dengan ketersediaan amfetamin atau obat yang mirip amfetamin.
Metabolisme amfetamin dan metamfetamin terutama oleh hati, tapi banyak yang dihirup diekskresikan tanpa diubah dahulu melalui urin. Waktu paruh amfetamin dan metamfetamin akan sangat dipersingkat jika urin dalam keadaan asam. Waktu paruh amfetamin pada dosis terapi berkisar antara 7-19 jam dan untuk metamfetamin sedikit lebih panjang. Setelah dosis toksik, perbaikan dari gejala mungkin akan lebih lama (sampai beberapa hari) dengan amfetamin dibandingkan kokain, tergantung pada pH urine.
Toleransi dan sensitisasi dari kebanyakan pengguna amfetamin untuk terapi memerlukan dosis yang semakin tinggi untuk memperoleh efek euforik yamg sama, pada mereka terjadi peningkatan toleransi. Sebagian toleransi meningkatkan efek kardiovaskular amfetamin.
Penggunaan amfetamin yang kronik yang memiliki status paranoid dan psikosis toksik biasanya meningkat yang diyakini sebagai fenomena akibat peningkatan sentisisasi. Bagi yang memiliki riwayat psikosis mugkin akan sangat cepat untuk mendapatkan serangan berikutnya. Mekanisme perubahan kronik SSP terhadap pengaruh amfetamin terlihat dalam beberapa perubahan adaptif dari otak. Sebagai contoh, stimulasi reseptor dopamine mengaktifkan cAMP pada neuron di dalam nucleus dan striatum. Aktivasi ini menginisiasi suatu rantai intraseluler menghasilkan perubahan ekspresi dari gen, sebagian dimediasi oleh fosforilasi dari faktor transkripsi cAMP Response Element Binding Protein (CREB). Salah satu kerja dari CREB adalah meningkatkan tarnskripsi dari dynorphin dalam RNA. Fungsi ini sangat penting karena dynorphin adalah suatu agonis selektif k-opioid, agonis k-resetor menghambat pelepasan dopamine. Akson kolateral dari neuron pada nucleus melepaskan dynorphin pada k-reseptor yang berada pada dopaminergik terminal, dengan begitu menghambat aktivitas dopaminergik. Tetapi apabila penggunaan amfetamin dihentikan dan pelepasan dopamine belebihan terhenti, kompensasinya level yang tinggi dari dynorphin menetap dan kemudian akan menghilangkan efek dopaminergik, ini menyebabkan terjadinya anhedonia dan disforia akibat withdrawal amfetamin.
Apalagi neuron dari nukleus memperlihatkan penurunan konsentrasi dari protein Gi (dengan menghambat adenil siklase) dan peningkatan dari cAMP-dependent protein kinase. Kedua perubahan ini dapat bertahan beberapa minggu dan akan terjadi peningkatan regulasi jalur cAMP. Perubahan yang menetap dari jalur cAMP tampak untuk menyajikan suatu mekanisme untuk efek pertahanan dari stimulant. Pemberian berulang amfetamin menyebabkan induksi dan akumulasi protein mirip Fos, antigen kronik yang terkat pada Fos (FRAs)(dimediasi oleh fosforilasi dari CREB). Kronik FRAs ini dapa bertahan lama dan berbeda dari protein yang mirip dengan Fos yang tampak setelah pemakaian obat sekali. Selain itu perubahan persisten dari transkripsi gen merubah morfologi neuron. Transmisi glutamate, yang berfungsi penting untuksiklus modulasi dan efek sensitisasi sikap terhadap kokain, tidak tampak untuk menolak amfetamin pada keadaan ini. Perbedaan ini mungkin penting, pembeda perubahan adaptif diinduksi oleh dua kelas stimulant. Obat yang mirip amfetamin melepaskan norepinefrin dan serotonin. Beberapa diantara efeknyanya yang sama dengan toksisitas amfetamin, khususnya toksisitas kardiovaskular.

Diagnosis

Penggunaan amfetamin atau obat yang mirip amfetamin dapat dideteksi melalui skrining obat pada sample urine. Hal yang terpenting dalam pemeriksaan urine adalah mudahnya prosedur yang harus dilakukan. Keterbatasan dalam metode ini bahwa kebanyakan obat yang disalahgunakan hanya terdeteksi kadar maksimumnya dalam urine hanya beberapa hari dan untuk kokain mungkin hanya kurang dari 24 jam. Sebaliknya, banyak obat berada pada rambut untuk waktu yang lama. Walaupun metode analisis rambut memiliki kelebihan obat dapat terdeteksi selama rambut bertumbuh, tetapi jarang digunakan dalam klinik. Laporan dari pasien sendiri tentang penggunaan obat, terutama didukung dengan hasil tes laboratorium (tes urine) biasanya lebih tepat, tetapi riwayat pasien mungkin tidak sesuai, contohnya pada pasien dengan status psikotik. Oleh karena itu tes harus selalu diindikasikan, walaupun mugkin banyak masalah penolakan. Jika hasil positif telah ditegakkan pada seorang pasien dengan suatu kelainan psikiatrik, hal ini penting untuk tidak menggunakan obat ini lagi untuk mengurangi penyebab penyakitnya.

Cara mendeteksi :
1. dalam urine : dengan pemeriksaan rapid dengan stik amfetamine,
misal
o stick buatan dos ni Rocha,
o stik buatan Oncoprobe
o stik utk amfetamin dari lainnya
2. dalam darah : dengan KLT ( kromatografi Lapisan Tipis / KLT ).

Gejala klinik
Tergantung dari dosis, cara pemakaian, dan pola penggunaan, ketergantunan amfetamin memiliki bermacam efek pada kemampuan kerja dan berakibat keracunan. Dengan dosis oral yang relatif kecil, perilaku mungkin masih dalam batas yang normal dan ketergantungan dimanifestasi hanya dengan kelemahan tubuh dan gejala depresi. Dengan dosis yang lebih tinggi, selain usaha untuk memperoleh obat, selalu ditemukan juga hiperaktivitas, kurang istirahat, buxism, banyak bicara, iritabilitas dan dan sifat yang mudah tersinggung, penurunan waktu tidur, dan penurunan selera makan yang selalu disertai dengan penurunan berat badan. Umumnya terjadi peningkatan mood, pengguna amfetamin senang berteman dan mungkin memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Dengan dosis yang sangat tinggi dan digunakan secara intravena dan inhalan perilaku dan pengambilan suatu keputusan terganggu, ketergantungan dapat terjadi dengan cepat, dan peningkatan status paranoid juga sangat tinggi. Mungkin juga terjadi perilaku yang berulang-ulang yang tidak memiliki alasan yang rasional, seperti mengambil suatu bagian dari sebuah benda atau menyusun kembali suatu benda. Beberapa tidak tampak perilaku yang agresif, tapi ini mungkin terjadi selama periode intoksikasi atau selama amfetamin menginduksi terjadinya psikosis.
Beberapa orang menggunakan amfetamin atau obat yang mirip amfetamin untuk menginduksi euforia, seperti pada pengguna yang senantiasa meningkatkan dosis pemakaiannya sampai pada dosis yang sangat tinggi, terutama apabila mereka menggunakannya secara intravena atau inhalasi. Cara ini sangat berbahaya, dan pada mereka biasanya terjadi kompulsif atau efek toksik. Walaupun penggunaan intravena pada awalnya mengkin secara berulang perhari atau perminggu, seperti pada penggunaan dosis tinggi sering meningkatkan kesenangan selama penggunaan beberapa gram amfetamin secara injeksi atau inhalasi. Pengguna metamfetamin lebih suka untuk menggunakan dosis standar harian dan cenderung untuk mengubah cara pemakaiannya karena obat ini dapat mengiritasi mukosa hidung dan paru.
Pengguna amfetamin dosis tinggi sering mengkombinasikannya dengan sedatif, benzodiasepin, atau opioid untuk memodulasi efek stimulan. Penggunaan alkohol dan ketergantungan alkohol biasa ditemukan bersama dengan penyalahgunaan amfetamin dosis tinggi dan ketergantungan. Metamfetamin seringkali digunakan untuk menghilangkan efek sedasi dari alkohol dan memperpanjang waktu dalam melakukan hubungan seks. Beberapa peneliti percaya bahwa metamfetamin meningkatkan perilaku suka berganti-ganti pasangan sseks dan transmisi dari HIV.
Sindrom intoksikasi amfetamin sama dengan sindrom intoksiskasi kokain. Intoksikasi amfetamin dapat terjadi sebagai akibat dari dosis tunggal yang diberikan pada individu yang tidak dapat mentoleransinya, tetapi kebanyakan gejala intoksikasi ini ditemukan pada orang penyalahguna atau yang ketergantungan. Beberapa manifestasinya yaitu efek dari obat yang berlebihan, termasuk euforia, kurang istirahat, peningkatan kewaspadaan, banyak bicara, dan perilaku yang sering meniru secara berulang-ulang. Intoksikasi juga mugkin disertai dengan halusinasi visual dan raba atau ilusi. Umunya pasien dapat mengenali gejala-gejala yang diinduksi obat ini. Apabila tidak, diagnosis psikosis akibat penggunaan amfetamin harus ditpertimbangkan. Gejala intoksikasi amfetamin biasanya mulai menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah obat diekskresi.
Walaupun delirium intoksikasi dan kelainan psikosis akibat amfetamin atau obat yang mirip amfetamin biasanya hanya ditemukan pada penggunaan dalam dossis yang tinggi untuk jangka waktu yang lama, beberapa gejala dilaporkan ditemukan pada orang yang peka setelah pemberian dosis terapi untuk waktu yang singkat. Haloperidol dan fenotiazine telah digunakan dalam terapi gejala psikosis. Walaupun gejala dilusi oleh kokain bersifat hanya singkat, tetapi obat yang mirip amfetamin mungkin tidak menunnjukan perbaikan dalam beberapa hari setelah obat dihentikan. Pada proses penyembuhan psikosis atau sindrom delirium mungkin ditemukan amnesia selama proses berlangsung atau hanya sebagian proses. Psikosis yang diinduksi oleh amfetamin ini dapat bertahan sampai beberapa tahun dan pada stadium yang akut mungkin terlihat pasien bingung, disorientasi, kelainan mood, dan gejala dilusi. Pasien yang dalam masa penyembuhan karena psikosis yang diinduksi oleh amfetamin kelihatannya lebih mudah tersensitisasi dan dapat terjadi akut psikosis paranoid jika terekspose ulang dengan dosis kecil amfetamin, dan beberapa dapat terjadi eksaserbasi pada respon terhadap stres.
Kelaian mood yang disebabkan karena amfetamin dapat terjadi selama intoksikasi atau karena putus obat. Pada umumnya intoksikasi diasosiasikan dengan manik atau mood yang tidak stabil, sedangkan gejala putus obat diasosiasikan dengan penampilan mood depresi. Gejala manik dan hipomanik ini sering terlihat selama penggunaan amfetamin yang jarang menetap di luar periode pemakaian obat, tapi hipoforia, depresi, dan gejala anhedonik tidak biasanya menetap diluar periode putus obat. Pasien mungkin mencari pengobatan untuk gejala yang menetap. Walaupun amfetamin sering digunakan untuk meningkatkan kemampuan seksual, dosis yang tinggi dan penggunaan dalam jangka waktu yang lama dihubungkan dengan impotensi dan disfungsi seksual lainnya. Penggunaan amfetamin dapat menimbulkan insomnia dan gangguan tidur. Seseorang yang dalam keadaan putus obat karena amfetamin dapat mengalami hipersomnolen dan mimpi buruk.
Survei toksisitas dan komplikasi pada pengguna amfetamin di Australia melaporkan bermacam-macam gejala fisik dan masalah psikologik yang ditimbilkan karena penggunaan amfetamin antara lain kelelehan (89%), kehilangan nafsu makan (85%), dehidrasi (73%), juga dilaporkan adanya sakit kepala, nyeri otot, nafas yang pendek, dan tremor. Gejala psikologiyang paling sering adalah perubahan mood (80%), gangguan tidur (78%), kecemasan, kesulitan untuk berkonsentrasi, depresi dan paranoid (masing-masing 70%), halusinasi, aggresivitas dan tindakan kekerasan (masing-masning 45%).
Obat yang mirip amfetamin dapat menyebabkan bahaya bagi sistem kardiovaskular (seperti perdarahan intrakranial, aritmia dan gagal jantung akut) karena kemampuan mereka untuk merangsang pelepasan norepinefrin, dopamin, dan serotonin, dan meningkatkan tekanan darah. Kemungkinan efek seperti kardiovaskular berhubungan dengan dosis dan kecepatan absorpsi dari obat. Penggunaan metamfetamin secara inhalan atau injeksi intravena menimbulkan gejala kardiovaskular yang lebih berat. Hipertermia dan pembentukan radikal bebas yang diinduksi oleh amfetamin dipercaya terlibat dalam menyebabkan terjadinya rabdomiolisis dan obstruksi tubulus ginjal. Amfetamin juga dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya penyakit menular seksual karena efeknya yang meningkatkan kemampuan seksual seseorang.
Pengobatan
Pengobatannya tidak ada yang spesifik, kebanyakan pemakai yang hanya menggunakannya secara kebetuluan tidak memerlukan pengobatan atau mencari pengobatan. Pada ketergantungan pada tingkat sedang yang sementara mendapat terapi untuk gejala yang timbul, tidak ada pengobatan yang spesifik untuk ketergantungannya pada amfetamin. Sebuah program yang disajikan dengan struktur yang baik dan memanualisasikan terapi perilaku dan kognitif menggunakan kombinasi konseling kelompok dan pribadi yang pada awalnya dikembangkan untuk menangani pemakai kokain, ternyata menghasilkan efek yang sama baiknya untuk penanganan ketergantungan metamfetamin.
Berbagai macam agen farmakologi telah diteliti untuk mengobati ketergantungan amfetamin. Hampir dari semua obat-obatan ini telah dicoba pada terapi ketergantungan kokain tetapi memberikan hasil yang mengecewakan. Sebagai contoh, walaupun imipramin (Tofranil) (150 mg perhari) meningkatkan retensi pengobatan, ini tidak memiliki efek yang jauh berbeda pada penggunaan metamfetamin. Walaupun fluoksetin (Prozac) (20 mg perhari) telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam penanganan ketergantungan amfetamin, keberhasilannya pada pasien dengan ketergantungan kokain masih jarang dilaporkan.
Di Eropa dan Australia etika dan kemanjuran dari pemberian amfetamin oral untuk penanganan pengguna amfetamin masih merupakan suatu perdebatan. Cara ini telah dilakukan di Inggris, walaupun masih bervariasi dari satu daerah dengan daerah yang lain.
Bahaya lain yang dapat terjadi pada penggunaan amfetamin dan obat yang mirip amfetamin yaitu overdosis. Gejalanya antara lain: kulit pucat atau membiru, hilang kesadaran, melemahnya denyut jantung, dan kesulitan bernafas. Apabila kita menemukan gejala seperti ini carilah pertolongan secepatnya. Langkah-langkah yamg dapat diambil sebelum sebelum adanya bantuan: bebaskan jalan nafas penderita (pada hidung dan mulut), baringkan pada sisi tubuhnya karena jika terlentang jalan nafas penderita dapat tersumbat, periksa pernafasannya, dan periksa detak jantungnya. Pada saat bantuan datang, ceritakan kepada petugas medis tentang kecanduan yang diderita pasien.

KOLESTASIS KARENA HIPOTIROID

KOLESTASIS KARENA HIPOTIROID

KOLESTASIS

Definifsi
Kolestasis merupakan suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh terganggunya aliran empedu ke usus. Kolestasis tidak selalu disertai dengan adanya ikterus, terutama pada fase-fase awal penyakit, sehingga pada beberapa penyakit hepar, ikterus sudah merupakan gejala lanjut karena sebenarnya kolestasis sudah berjalan agak lama. Kolestasis ada 2 jenis, yaitu kolestasis intrahepatik yang terjadi akibat adanya kelainan mulai dari hepatosit, membran hepatosit sampai pada saluran empedu intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik yang terjadi akibat adanya sumbatan yang terjadi di saluran ekstrahepatik.
Proses pembentukan dan ekskresi bilirubin
Sebagian besar bilirubin dalam tubuh terbentuk di jaringan dari pemecahan hemoglobin. Dalam peredaran darah bilirubin berikatan dengan albumin. Sebagian berikatan dengan erat, tetapi sebagian besar dapat terurai di hati dan bilirubin bebas masuk ke dalam sel-sel hati kemudian berikatan dengan protein-protein sitoplasma. Bilirubin kemudian dikonjugasi dengan asam glukoronat dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim glukoronil transferase. Enzim ini terutama terdapat dalalm retikulum endoplasma halus. Setiap molekul bilirubin bereaksi dengan 2 molekul asam uridin difosfoglukoronat membentuk bilirubin diglikoronida. Glukoronida ini yang lebih larut dalam air daripada bilirubin bebas.
Sebagian besar bilirubin terkonjugasi disalurkan melalui duktus biliaris ke dalam usus. Mukosa usus relatif tidak permeabel terhadap bilirubin terkonjugasi tetapi permeable terhadap bilurubin tak terkonjugasi dan urobilinogen, yaitu serangkaian turunan bilirubin yang tidak berwarna yang terbentuk oleh kerja bakteri usus. Akibatnya, sebagian pigmen empedu dan urobilinogen diserap kembali ke dalam sirkulasi portal. Sebagian bahan yang diserap ini kemudian diekskresikan kembali oleh hati (siklus enterohepatik) tetapi sejumlah kecil urobilingen masuk ke dalam sirkulasi umum dan diekskresikan di urin sedangkan yang tidak terserap diekskresikan bersama feses sebagai sterkobilin.
Etiologi dan patogenesis
Sebenarnya gangguan transpor empedu bisa terjadi sejak awal pembentukkannya. Saat ini dibedakan 2 fase gangguan transpor yang dapat terjadi pada kolestasis.
Fase 1: gangguan pembentukan bilirubin oleh sel hepar, yang dapat terjadi karena bebrbagai sebab, antara lain:
• Adanya kelainan bentuk (distorsi, sirosis)
• Berkurangnya jumlah sel hepar (“deparenchymatised liver”)
• Gangguan fungsi sel hepar
Pada keadaan ini, berbagai bahan yang seharusnya dibuang melalui empedu akan tertumpuk dan tidak mencapai usus yang akan sangat mengganggu pencernaan sehingga terjadi berbagai defisiensi, kondisi toksik, serta penumpukan pigmen empedu yang menyebabkan ikterus. Gangguan fase pertama ini disebut kolestasis primer.
Fase 2: gangguan transpor yang terjadi pada perjalanan dari bilirubin mulai dari hepar ke kandung empedu sampai ke usus.
Bayi pada minggu pertama sering menunjukkan gejala kolestasis dengan tinja akolis/hipokolis, karena proses kolestasis yang terjadi fisiologis akibat masih kurang matangnya fungsi hepar. Namun harus diwaspadai bila hal ini terjadi pada minggu-minggu berikutnya. Hepar hampir selalu membesar sejak dari permulaan penyakit. Pembesaran limpa pada 2 bulan pertama lebih sering terdapat pada kolestasis intarhepatik dari pada ekstrahepatik, sedangkan pada bulan-bulan berikutnya lebih banyak pada kolestasis ekstrahepatik.
Etiologi kolestasis ekstrahepatik diantaranya adalah atresia bilier, kista duktus koledokus, batu bilier dan fibrosis kistik. Sedangkan etiologi kolestasis intrahepatik antara lain: infeksi virus, sepsis, defisiensi alfa1-antitripsin, dan hipotiroid.
Atresia bilier ekstrahepatik merupakan kejadian yang paling sering menyebabkan terjadinaya kolestasis yaitu 1/3 dari seluruh kejadian kolestasis. Kolestasis congenital terjadi sekitar 10-20% dari seluruh kasus. Kira-kira 10% kasus kolestasis disebabkan oleh defisiensi alfa1-antitripsin. Kelainan metabolik pada bayi menyebabkan kejadian kolestasis sekitar 20%, infeksi congenital termasuk TORCH menyebabkan kira-kira 5% dari seluruh kasus. Berbeda dengan laporan 10 tahun yang lalu, dilaporkan bahwa nenonatal idiopatik hepatitis menyebabkan 1/3 kejadian kolestasis, kemajuan metode diagnostik menyanggah laporan ini sehingga angka kejadian kolestasis akibat idiopatik hepatitis dilaporkan tidak lebih dari 10-15% dari seluruh angka kejadian kolestasis.

Gajala klinis
Ada 3 kejadian penting yang terjadi, yang mengakibatkan timbulnya gejala klinis, yaitu:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
2. Akumulasi empedu dalam darah
3. Kerusakan sel hepar sebagai akibat menumpuknya komponen empedu
Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
• Tinja akolis/hipokolis
• Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif
• Urobilin dalam air seni negatif
• Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
• Steatore
2. Akumulasi empedu dalam darah
• Ikterus
• Gatal-gatal
3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
• Anatomis
- Akumulasi pigmen
- Reaksi keradangan dan nekrosis
• Fungsional
- Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase meningkat)
- Transaminase serum meningkat (ringan)
- Asam empedu dalam serum meningkat
Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa, seperti pada bayi yang kolestasisnya disebabkan oleh gangguan metabolisme di hati maka dapat timbul gejala seperti bayi malas minum, peningkatan berat badan tang tidak sesuai dengan umur, hipoglikemi dan hipotoni.
Pemeriksaan fisis pada bayi dengan kolestasis mungkin ditemukan hepatomegali atau hepatosplenomegali. Dapat juga ditemukan eritema palmaris, kulit dan mata menjadi kuning dan asites.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis kolestasis antara lain:
1. pemeriksaan darah perifer lengkap, gambaran darah perifer
2. biokimia darah: bilirubin direk dan indirek, SGOT, SGPT, gamma glutamil transpeptidase (GGT), masa protrombin
3. urin rutin (bilirubin, urobilinogen)
4. tinja 3 porsi dalam wadah berwarna gelap. Porsi I jam 06.00-14.00, poorsi II jam 14.00-22.00, porsi III jam 22.00-06.00. Pengumpulan beberapa hari tinja tetap tampak dempul kemungkinan besar kolestasis ekstrahepatik.mpada kolestasis intrahepatik umumnya warna dempul berfluktuasi.
5. pemeriksaan etiologi: TORCH, hepatitis virus, skrining penyakit metabolik
6. pencitraan: USG, CT scan, MRI, atau kolangiografi
7. biopsi hati.
Terapi
1. medikamentosa
• terapi operatif untuk kolestasis ekstrahepatik
• terapi medikamentosa untuk kolestasis intrahepatik yang dapat diketahui etiologinya
2 terapi suportif
• stimulasi aliran empedu: asam ursodeoksilat 10-20 mg/kgBB 2-3 dosis
• nutrisi diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal (kebutuhan kalori umumnya dapat mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal) dan mengandung lemak rantai sedang.
• Vitamin yang larut lemak
o A 5000-25.000 IU
o D calcitriol 0,05-0,2 μg/kg/hari
o E 25-200 IU/kgBB/hari
o K 2,5-5 mg 2-7x/minggu
• Mineral dan trace Ca, P, Mn, Zn, Fe
• Terapi komplikasi lain seperti untuk hiperlipidemia diberikan obat inhibitor HMG-coA reduktase seperti simvastatin
• Terapi untuk mengatasi pruritus:
o Antihistamin: difenhidramin 5-10 mg/kg/hari
o Kolestiramin 10 mg/kg/hari


HIPOTIROID
Definisi
Hipotiroid merupakan suatu keadaan dimana produksi hormon tiroid kurang. Hal ini dapat disebabkan oleh suatu kelainan dalam kelenjar tiroid, kerusakan dalam metabolisme tiroid atau kekurangan yodium.
Data dari sebagian besar negara diperoleh dengan program skrining bayi yang baru lahir menunjukkan sebuah insiden hipotiroid kongenital dari sekitar 1/3000-4000 kelahiran hidup. Insidens tertinggi yaitu 1 dari 1400 sampai 1 dari 2000 telah dilaporkan dari berbagai lokasi di Timur Tengah.
Patofisiologi
Kelenjar tiroid memiliki 2 lobus yang satu dan yang lainnya dihubungkan oleh istmus yang tipis di bawah kartilago krikoidea di leher. Dua hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3). T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan T3, tetapi T3 merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4.
Di dalam kelenjar tiroid, iodida mengalami oksidasi menjadi iodium dan berikatan dengan molekul tirosin yang melekat pada molekul tiroglobulin. Enzim yang berperan dalam oksidasi dan pengikatan iodida adalah tiroid peroksidase. Hasil pengikatan iodium dengan tirosin ini adalah monoiodotirosin (MIT) yang apa bila mengalami iodinasi lagi menjadi molekul diiodotirosin (DIT). Kondensasi 1 molekul MIT dengan 1 molekul DIT menghasilkan T3, sedangkan kondensasi 2 molekul DIT menghasilkan T4.
Fungsi tiroid diatur terutama oleh kadar TSH hipofisis dalam darah. Sekresi TSH meningkat oleh hormon hipofisiotropik (TRH) dan dihambat melalui umpan balik negatif oleh T3 dan T4 bebas dalam darah. Sekresi TSH juga terhambat oleh stres dan pada hewan percobaan sekresi meningkat pada suasana dingin dan menurun oleh panas. Kadar T4 plasma jauh lebih besar dari pada T3, tetapi T3 lebih potensial dan ”turn overnya”lebih cepat. Beberapa T3 plasma dibuat dari T4 dengan jalan deiodinasi dalam jaringan non tiroid. Selanjutnya T3 dan T4 mengalami metabolisme dalam hepar dan dalam jaringan lainnya, sehingga dari hepar dikeluarkan ke dalam cairan empedu, kemudian dikeluarkan ke dalam lumen usus dan sebagian mengalami sirkulasi yang lepas dari reabsorpsi akan diekskresikan bersama feses dan urin. Kelainan metabolisme tiroid pada saat lahir dapat menyebabkan terjadinya hipotiroid pada bayi.
Etiologi
1. disgenesis dari kelenjar tiroid
• Agenesis kelenjar tiroid
• Kelenjar tiroid ektopi
2. kelainan metabolisme hormon sejak lahir
• reseptor TSH tidak normal
• kurangnya kemampuan untuk mengambil iodida
• kelainan peroksidase (ketidakmampuan untuk mengubah iodida menjadi iodium)
• kelainan tiroglobulin (ketidakmampuan untuk membentuk tiroglobulin)
• kelainan deiodinase
3. resistensi hormon tiroid (reseptor hormon tiroid yang tidak normal)
4. penyakit autoimun
5. penyebab iatrogenik
6. kekurangan TSH atau TRH.
Gejala klinis
Pasien sering datang dengan keluhan retardasi pertumbuhan disertai dengan gagal tumbuh atau perawakan pendek. Pada beberapa kasus pasien datang dengan keluhan pucat. Pada bayi baru lahir sampai 8 minggu keluhan tidak spesifik. Perlu juga ditanyakan riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu saat hamil, obat anti tiroid yang sedang diminum dan terapi sinar.
Gejala hipotirod yang dapat diamati adalah konstipasi, lidah besar, kulit kering, hernia umbilikalis, dull face, ubun-ubun besar lebar atau terlambat menutup, kutis mamorata, suara serak dan bayi kurang aktif, keterlambatan pertumbuhan, rambut jarang, hipotonia, ikterus. Penampilan fisik sekilas seperti sindrom Down, namun pada sindrom Down bayi lebih aktif.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis hipotiroid adalah:
1. pemeriksaan darah
• pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk memastikan diagnosis, apabila ditemukan kadar T4 rendah disertai TSH yang meningkatmaka diagnosis sudah dapat ditegakkan
• apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi perlu diperiksa antibodi anti tiroid. Kadar TBG diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila dengan pengobatan hormon tiroid tidak ada respon.

2. pemeriksaan radiologi
• bone age
• untuk menentukan penyebabnya maka dilakukan pemeriksaan sintigrafi kelenjar tiroid.

Terapi
1. medikamentosa
diberikan preparat L-tiroksin dengan dosis berdasarkan usia. Pengobatan diberikan seumur hidup karena tubuh tidak mampu memproduksi kebutuhan tiroid sehingga prinsip terapi adalah replacement therapy. Pandangan terkini menganjurkan pemberian dosis awal yang tinggi untuk meningkatkan kadar hormon tiroksin dalam tubuh secepatnya. Dengan meningkatkan kadar tiroksin dalam tubuh, hormon tersebut akan membantu proses mielinisasi susunan saraf pusat sehingga perkembangan fungsi otak dapat dibantu. Prinsip ini terutama berlaku pada periode perkembangan otak yang terjadi antara usia 0-3 tahun.
Tabel dosis L-tiroksin pada hipotiroid kngenital
Usia Dosis (mikrogram/kgBB/hari)
0-3 bulan 10-14
3-6 bulan 8-12
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 4-6
6-12 tahun 3-5
> 12 tahun 2-4

2. suportif
selain pengobatan hormonal diperlukan pengobatan suportif lainnya. Anemia berat diobati sesuai protokol anemia berat. Rehabilitasi atau fisioterapi diperlukan untuk mengatasi reterdasi perkembangan motorik yang sudah terjadi. Penilaian IQ dilakukan menjelang usia sekolah yang dapat diikuti (sekolah biasa atau sekolah luar biasa).

KOLESTASIS YANG DISEBABKAN OLEH HIPOTIROID
Kolestasis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya karena kekurangan hormon tiroid (hipotiroid). Kondisi pada hipotiroid yang berkaitan dengan kejadian kolestasis antar lain penurunan aktivitas enzim glukoronil transferase, peningkatan rasio kolesterol-fosfolipid membran sel hepatosit dan hipotonia kandung empedu.
Enzim glukoronil teransferase merupakan enzim yang mengkatatalisis proses konjugasi bilirubin di dalam hepatosit. Pada hipotiroid aktivitas enzim ini menurun sehingga terjadi penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dari hepatosit ke dalam usus. Hal ini menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi.
Peningkatan rasio klesterol-fosfolipid pada membran hepatosit dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hepatosit. Gangguan karena penningkatan rasio kolesterol fosfolipid ini mengganggu kelarutan bahan–bahan yang akan memasuki sel hepatosit, salah satunya adalah bilirubin tak terkonjugasi yang berasal dari siklus enterohepatik. Selain itu tejadi juga gangguan kerja dari enzim Na+, K+-ATPase yang merupkan enzim yang berperan dalam proses up take bilirubin oleh hati yang terjadi melalui suatu proses transport aktif.
Hipotonus kandung empedu menyebabkan terhambatnya ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam usus. Akibat stasis ini maka bilirubin terkonjugasi akan menumpuk di saluran-saluran empedu baik di sinus-sinus hati maupun di duktus-duktus biliaris ekstra hepatik. Keadaan ini menyebabkan bilirubin yang terkonjugasi akan kembali ke dalam sirkulasi darah dan menyebabkan terjadinya gejala-gejala kolestasis dengan peningkatan bilirubin terkonjugasi. Selain itu stasis ini juga meningkatkan kejadian batu kolesterol saluran empedu. Hal ini terjadi akibat terjadinya supersaturasi empedu oleh kolesterol karena kolesterol sangat tidak larut dalam empedu.
Gejala klinis yang timbul pada kolestasis yang disebabkan oleh hipotiroid merupakan gabungan dari gejala kolestasis dan hipotiroid seperti ikterik, tinja yang akolis, malabsorpsi lemak dan vitamin yang larut lemak, bayi dengan lidah yang besar, hipotonia, ubun-ubun besar yang telambat menutup.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis yaitu pemeriksaan untuk mengetahui diagnosis hipotiroid pada bayi-bayi yang menunnjukkan gejala hipotiroid. Pengobatan yang dilakukan yaitu pengobatan kausa dari kolestatik. Kelainan hepar yang disebabkan oleh hipotiroid dapat reversibel dalam beberapa minggu setelah replacement therapy dengan tiroksin tanpa meninggalkan gejala sisa.