Minggu, 05 April 2009

KOLESTASIS KARENA HIPOTIROID

KOLESTASIS KARENA HIPOTIROID

KOLESTASIS

Definifsi
Kolestasis merupakan suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh terganggunya aliran empedu ke usus. Kolestasis tidak selalu disertai dengan adanya ikterus, terutama pada fase-fase awal penyakit, sehingga pada beberapa penyakit hepar, ikterus sudah merupakan gejala lanjut karena sebenarnya kolestasis sudah berjalan agak lama. Kolestasis ada 2 jenis, yaitu kolestasis intrahepatik yang terjadi akibat adanya kelainan mulai dari hepatosit, membran hepatosit sampai pada saluran empedu intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik yang terjadi akibat adanya sumbatan yang terjadi di saluran ekstrahepatik.
Proses pembentukan dan ekskresi bilirubin
Sebagian besar bilirubin dalam tubuh terbentuk di jaringan dari pemecahan hemoglobin. Dalam peredaran darah bilirubin berikatan dengan albumin. Sebagian berikatan dengan erat, tetapi sebagian besar dapat terurai di hati dan bilirubin bebas masuk ke dalam sel-sel hati kemudian berikatan dengan protein-protein sitoplasma. Bilirubin kemudian dikonjugasi dengan asam glukoronat dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim glukoronil transferase. Enzim ini terutama terdapat dalalm retikulum endoplasma halus. Setiap molekul bilirubin bereaksi dengan 2 molekul asam uridin difosfoglukoronat membentuk bilirubin diglikoronida. Glukoronida ini yang lebih larut dalam air daripada bilirubin bebas.
Sebagian besar bilirubin terkonjugasi disalurkan melalui duktus biliaris ke dalam usus. Mukosa usus relatif tidak permeabel terhadap bilirubin terkonjugasi tetapi permeable terhadap bilurubin tak terkonjugasi dan urobilinogen, yaitu serangkaian turunan bilirubin yang tidak berwarna yang terbentuk oleh kerja bakteri usus. Akibatnya, sebagian pigmen empedu dan urobilinogen diserap kembali ke dalam sirkulasi portal. Sebagian bahan yang diserap ini kemudian diekskresikan kembali oleh hati (siklus enterohepatik) tetapi sejumlah kecil urobilingen masuk ke dalam sirkulasi umum dan diekskresikan di urin sedangkan yang tidak terserap diekskresikan bersama feses sebagai sterkobilin.
Etiologi dan patogenesis
Sebenarnya gangguan transpor empedu bisa terjadi sejak awal pembentukkannya. Saat ini dibedakan 2 fase gangguan transpor yang dapat terjadi pada kolestasis.
Fase 1: gangguan pembentukan bilirubin oleh sel hepar, yang dapat terjadi karena bebrbagai sebab, antara lain:
• Adanya kelainan bentuk (distorsi, sirosis)
• Berkurangnya jumlah sel hepar (“deparenchymatised liver”)
• Gangguan fungsi sel hepar
Pada keadaan ini, berbagai bahan yang seharusnya dibuang melalui empedu akan tertumpuk dan tidak mencapai usus yang akan sangat mengganggu pencernaan sehingga terjadi berbagai defisiensi, kondisi toksik, serta penumpukan pigmen empedu yang menyebabkan ikterus. Gangguan fase pertama ini disebut kolestasis primer.
Fase 2: gangguan transpor yang terjadi pada perjalanan dari bilirubin mulai dari hepar ke kandung empedu sampai ke usus.
Bayi pada minggu pertama sering menunjukkan gejala kolestasis dengan tinja akolis/hipokolis, karena proses kolestasis yang terjadi fisiologis akibat masih kurang matangnya fungsi hepar. Namun harus diwaspadai bila hal ini terjadi pada minggu-minggu berikutnya. Hepar hampir selalu membesar sejak dari permulaan penyakit. Pembesaran limpa pada 2 bulan pertama lebih sering terdapat pada kolestasis intarhepatik dari pada ekstrahepatik, sedangkan pada bulan-bulan berikutnya lebih banyak pada kolestasis ekstrahepatik.
Etiologi kolestasis ekstrahepatik diantaranya adalah atresia bilier, kista duktus koledokus, batu bilier dan fibrosis kistik. Sedangkan etiologi kolestasis intrahepatik antara lain: infeksi virus, sepsis, defisiensi alfa1-antitripsin, dan hipotiroid.
Atresia bilier ekstrahepatik merupakan kejadian yang paling sering menyebabkan terjadinaya kolestasis yaitu 1/3 dari seluruh kejadian kolestasis. Kolestasis congenital terjadi sekitar 10-20% dari seluruh kasus. Kira-kira 10% kasus kolestasis disebabkan oleh defisiensi alfa1-antitripsin. Kelainan metabolik pada bayi menyebabkan kejadian kolestasis sekitar 20%, infeksi congenital termasuk TORCH menyebabkan kira-kira 5% dari seluruh kasus. Berbeda dengan laporan 10 tahun yang lalu, dilaporkan bahwa nenonatal idiopatik hepatitis menyebabkan 1/3 kejadian kolestasis, kemajuan metode diagnostik menyanggah laporan ini sehingga angka kejadian kolestasis akibat idiopatik hepatitis dilaporkan tidak lebih dari 10-15% dari seluruh angka kejadian kolestasis.

Gajala klinis
Ada 3 kejadian penting yang terjadi, yang mengakibatkan timbulnya gejala klinis, yaitu:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
2. Akumulasi empedu dalam darah
3. Kerusakan sel hepar sebagai akibat menumpuknya komponen empedu
Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
• Tinja akolis/hipokolis
• Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif
• Urobilin dalam air seni negatif
• Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
• Steatore
2. Akumulasi empedu dalam darah
• Ikterus
• Gatal-gatal
3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
• Anatomis
- Akumulasi pigmen
- Reaksi keradangan dan nekrosis
• Fungsional
- Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase meningkat)
- Transaminase serum meningkat (ringan)
- Asam empedu dalam serum meningkat
Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa, seperti pada bayi yang kolestasisnya disebabkan oleh gangguan metabolisme di hati maka dapat timbul gejala seperti bayi malas minum, peningkatan berat badan tang tidak sesuai dengan umur, hipoglikemi dan hipotoni.
Pemeriksaan fisis pada bayi dengan kolestasis mungkin ditemukan hepatomegali atau hepatosplenomegali. Dapat juga ditemukan eritema palmaris, kulit dan mata menjadi kuning dan asites.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis kolestasis antara lain:
1. pemeriksaan darah perifer lengkap, gambaran darah perifer
2. biokimia darah: bilirubin direk dan indirek, SGOT, SGPT, gamma glutamil transpeptidase (GGT), masa protrombin
3. urin rutin (bilirubin, urobilinogen)
4. tinja 3 porsi dalam wadah berwarna gelap. Porsi I jam 06.00-14.00, poorsi II jam 14.00-22.00, porsi III jam 22.00-06.00. Pengumpulan beberapa hari tinja tetap tampak dempul kemungkinan besar kolestasis ekstrahepatik.mpada kolestasis intrahepatik umumnya warna dempul berfluktuasi.
5. pemeriksaan etiologi: TORCH, hepatitis virus, skrining penyakit metabolik
6. pencitraan: USG, CT scan, MRI, atau kolangiografi
7. biopsi hati.
Terapi
1. medikamentosa
• terapi operatif untuk kolestasis ekstrahepatik
• terapi medikamentosa untuk kolestasis intrahepatik yang dapat diketahui etiologinya
2 terapi suportif
• stimulasi aliran empedu: asam ursodeoksilat 10-20 mg/kgBB 2-3 dosis
• nutrisi diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal (kebutuhan kalori umumnya dapat mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal) dan mengandung lemak rantai sedang.
• Vitamin yang larut lemak
o A 5000-25.000 IU
o D calcitriol 0,05-0,2 μg/kg/hari
o E 25-200 IU/kgBB/hari
o K 2,5-5 mg 2-7x/minggu
• Mineral dan trace Ca, P, Mn, Zn, Fe
• Terapi komplikasi lain seperti untuk hiperlipidemia diberikan obat inhibitor HMG-coA reduktase seperti simvastatin
• Terapi untuk mengatasi pruritus:
o Antihistamin: difenhidramin 5-10 mg/kg/hari
o Kolestiramin 10 mg/kg/hari


HIPOTIROID
Definisi
Hipotiroid merupakan suatu keadaan dimana produksi hormon tiroid kurang. Hal ini dapat disebabkan oleh suatu kelainan dalam kelenjar tiroid, kerusakan dalam metabolisme tiroid atau kekurangan yodium.
Data dari sebagian besar negara diperoleh dengan program skrining bayi yang baru lahir menunjukkan sebuah insiden hipotiroid kongenital dari sekitar 1/3000-4000 kelahiran hidup. Insidens tertinggi yaitu 1 dari 1400 sampai 1 dari 2000 telah dilaporkan dari berbagai lokasi di Timur Tengah.
Patofisiologi
Kelenjar tiroid memiliki 2 lobus yang satu dan yang lainnya dihubungkan oleh istmus yang tipis di bawah kartilago krikoidea di leher. Dua hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3). T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan T3, tetapi T3 merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4.
Di dalam kelenjar tiroid, iodida mengalami oksidasi menjadi iodium dan berikatan dengan molekul tirosin yang melekat pada molekul tiroglobulin. Enzim yang berperan dalam oksidasi dan pengikatan iodida adalah tiroid peroksidase. Hasil pengikatan iodium dengan tirosin ini adalah monoiodotirosin (MIT) yang apa bila mengalami iodinasi lagi menjadi molekul diiodotirosin (DIT). Kondensasi 1 molekul MIT dengan 1 molekul DIT menghasilkan T3, sedangkan kondensasi 2 molekul DIT menghasilkan T4.
Fungsi tiroid diatur terutama oleh kadar TSH hipofisis dalam darah. Sekresi TSH meningkat oleh hormon hipofisiotropik (TRH) dan dihambat melalui umpan balik negatif oleh T3 dan T4 bebas dalam darah. Sekresi TSH juga terhambat oleh stres dan pada hewan percobaan sekresi meningkat pada suasana dingin dan menurun oleh panas. Kadar T4 plasma jauh lebih besar dari pada T3, tetapi T3 lebih potensial dan ”turn overnya”lebih cepat. Beberapa T3 plasma dibuat dari T4 dengan jalan deiodinasi dalam jaringan non tiroid. Selanjutnya T3 dan T4 mengalami metabolisme dalam hepar dan dalam jaringan lainnya, sehingga dari hepar dikeluarkan ke dalam cairan empedu, kemudian dikeluarkan ke dalam lumen usus dan sebagian mengalami sirkulasi yang lepas dari reabsorpsi akan diekskresikan bersama feses dan urin. Kelainan metabolisme tiroid pada saat lahir dapat menyebabkan terjadinya hipotiroid pada bayi.
Etiologi
1. disgenesis dari kelenjar tiroid
• Agenesis kelenjar tiroid
• Kelenjar tiroid ektopi
2. kelainan metabolisme hormon sejak lahir
• reseptor TSH tidak normal
• kurangnya kemampuan untuk mengambil iodida
• kelainan peroksidase (ketidakmampuan untuk mengubah iodida menjadi iodium)
• kelainan tiroglobulin (ketidakmampuan untuk membentuk tiroglobulin)
• kelainan deiodinase
3. resistensi hormon tiroid (reseptor hormon tiroid yang tidak normal)
4. penyakit autoimun
5. penyebab iatrogenik
6. kekurangan TSH atau TRH.
Gejala klinis
Pasien sering datang dengan keluhan retardasi pertumbuhan disertai dengan gagal tumbuh atau perawakan pendek. Pada beberapa kasus pasien datang dengan keluhan pucat. Pada bayi baru lahir sampai 8 minggu keluhan tidak spesifik. Perlu juga ditanyakan riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu saat hamil, obat anti tiroid yang sedang diminum dan terapi sinar.
Gejala hipotirod yang dapat diamati adalah konstipasi, lidah besar, kulit kering, hernia umbilikalis, dull face, ubun-ubun besar lebar atau terlambat menutup, kutis mamorata, suara serak dan bayi kurang aktif, keterlambatan pertumbuhan, rambut jarang, hipotonia, ikterus. Penampilan fisik sekilas seperti sindrom Down, namun pada sindrom Down bayi lebih aktif.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis hipotiroid adalah:
1. pemeriksaan darah
• pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk memastikan diagnosis, apabila ditemukan kadar T4 rendah disertai TSH yang meningkatmaka diagnosis sudah dapat ditegakkan
• apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi perlu diperiksa antibodi anti tiroid. Kadar TBG diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila dengan pengobatan hormon tiroid tidak ada respon.

2. pemeriksaan radiologi
• bone age
• untuk menentukan penyebabnya maka dilakukan pemeriksaan sintigrafi kelenjar tiroid.

Terapi
1. medikamentosa
diberikan preparat L-tiroksin dengan dosis berdasarkan usia. Pengobatan diberikan seumur hidup karena tubuh tidak mampu memproduksi kebutuhan tiroid sehingga prinsip terapi adalah replacement therapy. Pandangan terkini menganjurkan pemberian dosis awal yang tinggi untuk meningkatkan kadar hormon tiroksin dalam tubuh secepatnya. Dengan meningkatkan kadar tiroksin dalam tubuh, hormon tersebut akan membantu proses mielinisasi susunan saraf pusat sehingga perkembangan fungsi otak dapat dibantu. Prinsip ini terutama berlaku pada periode perkembangan otak yang terjadi antara usia 0-3 tahun.
Tabel dosis L-tiroksin pada hipotiroid kngenital
Usia Dosis (mikrogram/kgBB/hari)
0-3 bulan 10-14
3-6 bulan 8-12
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 4-6
6-12 tahun 3-5
> 12 tahun 2-4

2. suportif
selain pengobatan hormonal diperlukan pengobatan suportif lainnya. Anemia berat diobati sesuai protokol anemia berat. Rehabilitasi atau fisioterapi diperlukan untuk mengatasi reterdasi perkembangan motorik yang sudah terjadi. Penilaian IQ dilakukan menjelang usia sekolah yang dapat diikuti (sekolah biasa atau sekolah luar biasa).

KOLESTASIS YANG DISEBABKAN OLEH HIPOTIROID
Kolestasis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya karena kekurangan hormon tiroid (hipotiroid). Kondisi pada hipotiroid yang berkaitan dengan kejadian kolestasis antar lain penurunan aktivitas enzim glukoronil transferase, peningkatan rasio kolesterol-fosfolipid membran sel hepatosit dan hipotonia kandung empedu.
Enzim glukoronil teransferase merupakan enzim yang mengkatatalisis proses konjugasi bilirubin di dalam hepatosit. Pada hipotiroid aktivitas enzim ini menurun sehingga terjadi penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dari hepatosit ke dalam usus. Hal ini menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi.
Peningkatan rasio klesterol-fosfolipid pada membran hepatosit dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hepatosit. Gangguan karena penningkatan rasio kolesterol fosfolipid ini mengganggu kelarutan bahan–bahan yang akan memasuki sel hepatosit, salah satunya adalah bilirubin tak terkonjugasi yang berasal dari siklus enterohepatik. Selain itu tejadi juga gangguan kerja dari enzim Na+, K+-ATPase yang merupkan enzim yang berperan dalam proses up take bilirubin oleh hati yang terjadi melalui suatu proses transport aktif.
Hipotonus kandung empedu menyebabkan terhambatnya ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam usus. Akibat stasis ini maka bilirubin terkonjugasi akan menumpuk di saluran-saluran empedu baik di sinus-sinus hati maupun di duktus-duktus biliaris ekstra hepatik. Keadaan ini menyebabkan bilirubin yang terkonjugasi akan kembali ke dalam sirkulasi darah dan menyebabkan terjadinya gejala-gejala kolestasis dengan peningkatan bilirubin terkonjugasi. Selain itu stasis ini juga meningkatkan kejadian batu kolesterol saluran empedu. Hal ini terjadi akibat terjadinya supersaturasi empedu oleh kolesterol karena kolesterol sangat tidak larut dalam empedu.
Gejala klinis yang timbul pada kolestasis yang disebabkan oleh hipotiroid merupakan gabungan dari gejala kolestasis dan hipotiroid seperti ikterik, tinja yang akolis, malabsorpsi lemak dan vitamin yang larut lemak, bayi dengan lidah yang besar, hipotonia, ubun-ubun besar yang telambat menutup.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis yaitu pemeriksaan untuk mengetahui diagnosis hipotiroid pada bayi-bayi yang menunnjukkan gejala hipotiroid. Pengobatan yang dilakukan yaitu pengobatan kausa dari kolestatik. Kelainan hepar yang disebabkan oleh hipotiroid dapat reversibel dalam beberapa minggu setelah replacement therapy dengan tiroksin tanpa meninggalkan gejala sisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar